Rabu, 27 Juli 2011

artikel 7 (kerusuhan mojokerto dan politik machiavelli)

 KERUSUHAN MOJOKERTO 
DAN POLITIK MACHIAVELLI

oleh
PRANATAL HUTAJULU
KABAG OPS POLRES GRESIK

Aristotles dalam teori klasiknya pernah menjelaskan pengertian politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Politik adalah seni tentang kenegaraan yang dijabarkan dalam praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan bagaimana Imbungan antar manusia (penduduk) yang tinggal di suatu tempat (wilayah) yang meski­pun memiliki perbedaan pendapat dan kepentingannya, tetap meng­akui adanya kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tuju­an nasionalnya. Penyelenggaraan kekuasaan negara dipercayakan kepada suatu badan/lembaga yaitu pemerintah. Secara etimologi asal mulanya berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis(arti = negara kota). Dari kata polis ini diturunkan kata2 lain seperti: polities (warga negara), politikos ( nama sifat ) yg berarti kewarganegaraan, politike episteme (ilmu politik).

Dalam perkembangannya kata politik mengalami bias dan menjadi sesuatu yang berkonotasi negatif, jahat dan kejam. Tidak ada yang mengetahui persis kapan pengertian politik menjadi bias tetapi beberapa ahli banyak yang berpendapat bahwa pengertian politik mulai menjadi bias ketika lahirnya pemikiran dari Nicollo Machiavelli (1469-1527), seorang filsuf dan politikus Italia. Dalam bukunya berjudul "Il prince"  dirinya mengemukakan bahwa  seorang penguasa atau calon penguasa dilegalkan melakukan segala cara untuk merebut dan mempertahankan otoritas walau itu dengan cara kekerasan,kejam dan melanggar hukum. Dirinyalah yang pertama memisahkan antara politik dan etika. Hal ini tentunya bertentangan dengan ajaran aristoteles yang berprinsip bahwa politik adalah perluasan dari implementasi etika dalam pelaksanaan pemerintahan.

Kasus rusuh Mojokerto adalah salah satu contoh sederhana bagaimana praktek dari pemikiran machiavelli di jaman modern ini. Seperti banyak diberitakan oleh media pada hari Jumat tanggal 21 mei 2010 di kantor Pemda dan DPRD Kab Mojokerto disaat acara penyampaian visi dan misi pasangan calon kepala daerah, telah terjadi kerusuhan yang diduga dilakukan oleh sekelompok massa pendukung salah satu pasangan calon yang tidak lolos ikut serta dalam pemilukada kab.mojokerto. Sebanyak 34 unit mobil yang diparkir di halaman gedung dibakar dengan bom molotov, 10 orang polisi terluka, beberapa orang dari pihak massa terluka dan 1 orang tertembak.

Banyak pihak yang mengaitkan kejadian ini merupakan buntut dari ketidakpuasan massa pendukung salah satu calon yang tidak lolos verifikasi peserta pemilukada karena pada hari-hari sebelumnya digelar demo menuntut pemilukada dibatalkan. Tanpa bermaksud mengesampingkan azaz 'presumption of inocence' pada proses penyidikan hukum yang sekarang ini sedang berjalan, menurut saya ada kemiripan motif dan pola pikir yang mendorong para pelaku dan 'mastermind'nya dengan cara berpikir politik ala machiavelli yaitu demi merebut kekuasaan dihalalkan segala cara termasuk dengan tindakan anarkis dan melanggar hukum.

Tentu hal ini sangat disayangkan banyak pihak dan saya yakin kita semua mengecam tindakan tersebut. Kasus Mojokerto telah menciderai demokrasi itu sendiri karena kebebasan berpendapat bukan berarti bebas melakukan apa saja demi mempertahankan atau mewujudkan keinginan. Banyaknya kasus kekerasan , anarkisme dan kerugian lain yang ditimbulkan oleh proses demokrasi menimbulkan banyak pertanyaan "apakah konsep demokrasi masih perlu dipertahankan di Indonesia?".   Seperti kita tahu bahwa konsep demokrasi diserap dari konsep western yang kultur masyarakatnya mempunyai kedewasaan berpolitik, sementara masyarakat Indonesia apakah punya kedewasaan politik yang sama?? . "Apakah orang Indonesia bisa mempraktekaan politik sebagai perluasan dari tindakan etis??".  Konsep kebebasan sebagai hakikat dasar dari demokrasi banyak yang diintrepertasikan oleh kita sebagai kebebasan untuk melakukan apa saja demi mencapai tujuan. Hal ini tentunya yang harus kita rubah bila kita masih ingin demokrasi dipertahankan hidupnya di Indonesia. Semoga Tuhan memberikan bimbingan dan hidayah bagi masyarakat Indonesia agar bisa berdemokrasi yang baik!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar