Rabu, 27 Juli 2011

artikel 5 (Responsible Riding solusi cerdas)


RESPONSIBLE RIDING
SOLUSI CERDAS MENGATASI PROBLEM LALU-LINTAS SURABAYA
Oleh :
PRANATAL HUTAJULU
Pemerhati Masalah Lalu-lintas Surabaya

                                                                                          
            Surabaya sebagai salah satu kota metropolitan tidak luput dari berbagai  problema lalu-lintas yang kompleks. Gejala yang terlihat kasat mata dari problem lalu-lintas adalah kemacetan, kesemrawutan, kecelakaan lalu-lintas yang mengakibatkan korban harta dan jiwa. Faktor penyebabnya mulai dari pertambahan panjang jalan yang tidak seimbang, program rancang bangun lalu-lintas yang tidak berjalan baik sampai pada perilaku pengendara yang memprihatinkan.  Celakanya pemerintah daerah sebagai pemegang otoritas dalam menangani faktor penyebab masalah lalu-lintas tadi terkesan setengah hati dalam menjalankan tanggung-jawabnya. Lihat saja bagaimana tol tengah kota dan lingkar timur yang telah menjadi wacana sejak 5 tahun yang lalu sampai saat ini belum terealisasi. Rencana program monorel, busway dan bus air pun saat ini hanyalah angan-angan. Komuterpun boleh dibilang gagal mengurai kemacetan Jl.A.Yani. Pembangunan frontage road sepanjang 10 km mulai dari RSAL sampai bundaran Aloha hanyalah isapan jempol. Program-program dalam angan-angan tadi semakin tidak jelas ketika program yang sudah dijalankan saja mengalami stagnasi. Contohnya program penetapan 17 ruas jalan sebagai kawasan tertib lalu-lintas. Di lapangan, 17 ruas jalan tersebut hanya diberi plang kawasan tertib lalu-lintas tanpa diikuti penempatan rambu dan infrastruktur lalu-lintas yang mendukung sebagai kawasan tertib lalu-lintas. Tentang perumusan perda safety riding menyalakan lampu di siang hari yang saat ini belum diketahui kapan selesainya. Ibarat penanganan terhadap penyakit, penanganan masalah lalu-lintas di tahap causative (penyebab) yang tidak becus mengakibatkan timbulnya symptom (gejala) penyakit yang hebat.
Polisi sebagai salah satu institusi yang diberi wewenang untuk menangani masalah lalu-lintas tidak bisa tinggal diam, walaupun banyak kendala, the show must go on.  Maka satu-satunya yang bisa dilakukan adalah penanganan terhadap perilaku pengendaranya. Menurut Noel C Bufe dalam encyclopedia of police science, meskipun rancang bangun bukanlah fungsi utama pelayanan polisi lalu-lintas tetapi ini merupakan hal yang berpengaruh. Dalam hal pihak (instansi) lain tidak rela atau mampu menunjukkan kepeduliannya terhadap permasalahan lalu-lintas, polisi lalu-lintas harus terlibat oleh karena perhatiannya untuk keselamatan di jalan raya. Inisiatif polisi diwujudkan dalam bentuk kampanye simpatik untuk membenahi perilaku pengguna jalan raya. Dan dalam tahapan kampanye-kampanye tersebut selalu ada penguatan (re-enforcing) tahapan kampanye berikutnya. Dimulai dari program kanalisasi , berlanjut ke kanalisalisasi plus double klik pada bulan September 2003, safety riding pada bulan September s/d Nopember 2005, hingga terakhir responsible riding tahun 2007.

Pembenahan perilaku pengendara
            Responsible riding merupakan program kampanye simpatik yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab pengendara. Dikatakan simpatik karena program ini tidak hanya menekankan pada penegakan hukumnya saja tetapi dikemas dengan berbagai upaya yang bersifat persuasif edukatif seperti pemberian hadiah, pembagian helm standard, lomba lagu patrol yang melibatkan Jawa Pos dan PT.NPM Honda sebagai sponsornya. Tujuan dikemas dengan metode simpatik adalah untuk dapat membangun kepercayaan dan rasa simpati dari masyarakat sehingga maksud dari program kampanye tersebut dapat mengenai sasarannya. Sir Robert Mark, Komisaris Kepolisian Metropolitan London pada tahun 1972, mengatakan bahwa senjata terampuh polisi bukan pada tongkat borgolnya, bukan pada senjata api yang ada di pinggangnya atau bukan pada water canonnya sekalipun. Senjata terampuh polisi ada pada simpati masyarakat yang menjadi faktor penentu keberhasilan tugas polisi. Adapun penentuan lokasi pilot project program ini  adalah Jalan Raya Darmo sampai dengan Jalan Urip Sumoharjo. Pemilihan Jalan Raya Darmo karena jalan ini merupakan jalan kebanggaan masyarakat Surabaya layaknya Madison Square di New York, Orchard Road di Singapura dan Jalan Sudirman di Jakarta. Jalan Raya Darmo menjadi etalase kota Surabaya sehingga penanganannya perlu prioritas yang kemudian akan dikembangkan lagi ke ruas jalan lainnya.
            Menumbuhkan rasa tanggung jawab  disini lebih ditekankan pada rasa saling menghargai dan menyadari bahwa jalan ini merupakan milik bersama. Rasa empati dan toleransi  terhadap orang lain, sadar untuk mematuhi peraturan merupakan bagian dari kecerdasan emosi (emotional quotient/EQ) yang sangat penting dimiliki setiap pengendara. Mengapa sangat penting? berikut penjelasannya. Berbagai analisa dan kajian tentang faktor penyebab kecelakaan lalu-lintas menyebutkan bahwa faktor manusia mendominasi penyebab terjadi kecelakaan lalu-lintas. Manusia sebagai pengendara mempunyai susunan kemampuan otak yang terdiri dari 3(tiga) bagian yaitu;  kognitif (kemampuan belajar mengenal rambu dan peraturan lalu-lintas) , afektif (perasaan untuk mematuhi peraturan, empati kepada orang lain, kontrol emosi) dan konatif/psikomotorik (ketrampilan mengemudi/mengendarai). Aspek kognitif dan psikomotorik terkait dengan apa yang disebut Intelligence Quotient (IQ)atau kecerdasan intelektual dan aspek afektif berkorelasi kuat dengan Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi. Daniel Golleman, pakar EQ, melalui serangkaian penelitiannya menyimpulkan bahwa tingkat IQ hanya menentukan tidak lebih dari 20 % keberhasilan seseorang di segala bidang dan kecerdasan emosi lebih dominan dalam hal ini.    Pendapat  ahli tersebut terbukti nyata pada data berikut ;  dari total 505 kasus kecelakaan, maka 454 diantaranya akibat kecerobohan. Hal tersebut menunjukkan lemahnya kemampuan afektif dan rendahnya kecerdasan emosi pengendara sangat mendominasi terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Sebagai contoh pada kecelakaan lalu-lintas yang terjadi hari Senin tanggal 30 Januari 2007 dini hari lalu. Kita asumsikan kuat pengendara sepeda motor tersebut mempunyai kemampuan kognitif yang dapat mengirimkan sinyal bahwa melanggar traffic light itu dilarang keras dan berbahaya. Tetapi karena menganggap lalu-lintas sepi, ceroboh, memaksakan untuk menerobos traffic light di perempatan Jalan Raya Darmo- Jalan Polisi Istimewa. Akibatnya fatal, pengendara tersebut tewas ditabrak sebuah minibus phanter. Pengendara tersebut telah meletakkan peran kecerdasan emosinya dikursi paling belakang sehingga yang timbul adalah kelalaian, tidak disiplin dan merenggut nyawanya sendiri.

Bukti Nyata Keberhasilan Program
            Responsible Riding yang berlangsung selama 2 bulan (3 September-31 Oktober 2007) telah berhasil mencapai sasarannya. Memang indikator keberhasilan tersebut banyak yang bersifat kualitatif, bukan dalam hitungan angka, tetapi untuk membuktikan dalam data kuantitatifnya kita lihat data berikut. Pada rentang waktu 5 Juli- 2 September 2007 yaitu 2 bulan sebelum program dilaksanakan Jalan Raya Darmo telah memakan korban meninggal dunia sebanyak 2 orang dan 7 luka ringan. Setelah pelaksanaan program di Jalan Raya Darmo tidak terjadi lagi kasus kecelakaan lalu-lintas yang memakan korban jiwa, hanya luka ringan sebanyak 2 orang. Sedangkan data kecelakaan di Polwiltabes Surabaya dan jajarannya; pada tanggal 5 Juli s/d 2 september 2007 korban meninggal dunia sebanyak 105 orang, selama pelaksanaan program korban meninggal dunia sebanyak 90 orang. Dari data ini kita dapat mengambil intrepertasi bahwa telah terjadi penurunan sebanyak 86% jumlah korban kecelakaan lalu-lintas di ruas Jalan Raya Darmo-Jalan Urip Sumaharjo  selama 2 bulan sebelum pelaksanaan dan selama 2 bulan setelah pelaksanaan program. Telah terjadi penurunan korban meninggal dunia pada kasus kecelakaan di wilayah hukum Polwitabes Surabaya sebanyak 14,3% sebelum pelaksanaan program dan setelah pelaksanaan program.
 Hal ini bukti nyata bahwa kerja keras polisi untuk mengatasi permasalahan lalu-lintas telah membuahkan hasil. Bila kita analogikan pada tanaman, keberhasilan polisi dalam program kampanye ini hanya berhasil memotong batang-daun tanaman saja, akar masalahnya belum dicabut sehingga mempunyai peluang untuk tumbuh dan membesar kembali. Untuk itu perlu sinergitas peran serta dari semua instansi yang terkait dengan permasalahan lalu-lintas sehingga upaya polisi tidak terkesan “bertepuk sebelah tangan”. Bila penanganan masalah lalu-lintas dilakukan secara komprehensif, bukanlah hal yang mustahil keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu-lintas di kota kita tercinta ini dapat terwujud abadi.

***************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar