Rabu, 27 Juli 2011

artikel 4 (Kecelakaan bukan hanya human error)

KECELAKAAN LALU-LINTAS BUKAN HANYA “HUMAN ERROR”
OLEH :
  PRANATAL HUTAJULU,SH.SIK


Lalu-lintas adalah masalah yang sering dipandang sebelah mata oleh semua pihak. Kita lebih takut kepada terjadinya kejahatan daripada terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Padahal masalah lalu-lintas bila tidak dikelola dengan baik maka akibatnya adalah fatal, yaitu korban nyawa dan kerugian harta dalam jumlah besar. Noel C Bufe dalam Encyclopedia of Police Science  mengatakan bahwa pentingnya masalah lalu-lintas dapat dilihat dari besarnya kerugian penderita akibat kecelakaan lalu-lintas. Lebih dari tiga kali banyaknya orang terbunuh setiap tahun akibat kecelakaan dibanding dengan akibat perbuatan kriminal. Banyak sekali orang terluka dalam kecelakaan dibanding serangan pelaku tindak pidana. Nilai kerusakan hak milik dalam kecelakaan jauh lebih tinggi dibanding dengan hak milik yang rusak atau hilang akibat tindakan penjahat. Lebih detail lagi kita lihat data statistik kecelakaan lalu-lintas dari Kepolisian Republik Indonesia yang dikutip oleh Kantor Berita Antara yaitu sepanjang tahun 2006 jalan raya telah merenggut nyawa manusia sebesar 15.762. Bila kita konversikan dalam satuan bulan maka angka yang didapat adalah 1300 orang/bulan, 45 orang per hari yang berarti kematian manusia di jalan raya adalah 2 orang perjam!
                                       
Human error pada kasus kecelakaan lalu-lintas
Setiap terjadinya kecelakaan lalu-lintas banyak persepsi umum yang terlalu cepat menyatakan bahwa penyebab terjadinya karena human error (kesalahan manusia) . Dan kecelakaan lalu-lintas yang disebabkan oleh human error selalu diidentikan dengan masalah pengeluaran Surat Ijin Mengemudi (SIM). Terkait masalah ini ada baiknya kita melihatnya tidak secara partial (sepotong-potong) tetapi perlu secara holistic (mendalam) dan comprehensive (keseluruhan). Pada kasus kecelakaan di jalan raya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu ; faktor manusia, faktor jalan/rambu-rambu, faktor kendaraan dan faktor lingkungan. Pada faktor manusia yang mencuat sebagai penyebab kecelakaan lalu-lintas sebenarnya tidak lepas dari faktor-faktor non-manusia lainnya. Menganalogikan Teori Gunung Es dari Psikoanalisis Sigmund Freud, menurut saya faktor manusia bagaikan seperempat bagian dari gunung es yang muncul ke permukaan air. Bagian tiga perempat (bagian terbesar) yang tidak terlihat di bawah permukaan air adalah faktor-faktor yang bersifat non-manusia. Pada setiap faktor manusia tersusun oleh aspek kepribadian dan aspek ketrampilan. Aspek ketrampilan memang bisa dikontrol melalui ujian dalam memperoleh SIM tetapi bila menyangkut aspek kepribadian maka kontrolnya tidak bisa hanya dilakukan oleh polisi.
 Untuk menjabarkan hal tersebut diatas maka akan saya deskripsikan melalui penjelasan sebagai berikut. Pada kasus kecelakaan lalu-lintas human error akibat mengantuk hal tersebut bisa disebabkan oleh rasa lelah, letih, lapar, usia tua dan obat-obatan. Seorang pengemudi yang mempunyai kepribadian yang baik seharusnya menyadari hal ini untuk tidak mengemudi atau segera beristirahat karena bila diteruskan akan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri. Bentuk jalan raya juga dapat mempengaruhi  keadaan psikologi pengemudi. Biasanya kasus ini terjadi pada jalan bebas hambatan atau jalan arteri yang mempunyai bentuk sama sehingga seringkali menimbulkan hypnosis pada pengemudi. Hypnosis adalah rasa penat oleh karena pada satu waktu yang lama melihat hal-hal yang sama sehingga sangat membosankan. Rasa penat tersebut mengakibatkan pengemudi ingin cepat sampai di tujuan sehingga ada kecenderungan kuat untuk senantiasa menambah kecepatan. Rasa bingung harus berbuat apa ketika memasuki tikungan berbahaya merupakan salah satu bagian dari human error yang banyak terjadi pada kasus kecelakaan. Kebingungan tersebut terjadi karena tidak adanya rambu peringatan dan petunjuk sebelum memasuki tikungan berbahaya tersebut. Hal tersebut dapat berkembang menjadi rasa frustasi dimana pengemudi menjadi  tidak bisa mengantisipasi yaitu mengurangi kecepatan untuk menghindari terjadinya kecelakaan.

Perlakuan tidak adil   
            Bagaikan aliran sungai maka kecelakaan lalulintas itu seperti bagian muaranya. Bagian hulunya adalah kebijakan pemerintah di sektor lalu-lintas. Pemerintah sering mengeluarkan kebijakan publik yang tidak adil kepada sektor lalu-lintas. Pendekatannya hanya berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dengan mengabaikan analisa mengenai dampak lingkungan lalu-lintas (AMDAL LALIN). Kasus terkini bisa kita lihat pada pembangunan Mall City of Tomorrow (CITO) yang saat ini begitu alot penyelesaiannya karena dari awal  ditangani secara tidak adil. Belum lagi berbagai kewenangan Departemen Perhubungan dan jajarannya yang berkaitan dengan pelayanan publik bidang lalu-lintas yang implementasinya di lapangan masih jauh dari harapan masyarakat. Rencana Undang-Undang Lalu-lintas yang diajukan oleh Departemen Perhubungan menurut saya terlalu muluk-muluk.  Bagaimana suatu institusi ingin menambah otoritasnya sementara tubuhnya sendiri masih sakit. Ini lebih mencerminkan pada kalimat “napsu besar tenaga kurang”.  Bila dipaksakan untuk dilaksanakan yang terjadi adalah pemborosan uang negara karena untuk mempersiapkannya butuh biaya yang sangat besar dan hasilnya masih sangat meragukan. Intinya penanganan masalah lalu-lintas harus ditangani secara menyeluruh dan terkordinasi antar instansi terkait karena faktor penyebab dari kecelakaan lalu-lintas bukan hanya semata-mata disebabkan oleh human error. Don’t judge too quick! 
(TULISAN INI PERNAH DIMUAT DI RUBRIK METROPOLIS HARIAN JAWAPOS)
                                                                                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar